BOOKING TIKET PESAWAT

Tingginya angka penangguran di kalangan terdidik karena rendahnya keterampilan di luar kompetensi utama sebagai sarjana

Tingginya angka penangguran di kalangan terdidik karena rendahnya keterampilan di luar kompetensi utama sebagai sarjana. Info sangat penting tentang Tingginya angka penangguran di kalangan terdidik karena rendahnya keterampilan di luar kompetensi utama sebagai sarjana. Mengungkap fakta-fakta istimewa mengenai Tingginya angka penangguran di kalangan terdidik karena rendahnya keterampilan di luar kompetensi utama sebagai sarjana

Para pengamat dan praktisi dalam hal ini ikut berperan menggerakkan jiwa kewirausahaan, dan hendaknya secara tulus menyambut positif salah satu tanggungjawab para elite pelaku ekonomi guna menjaga kesinambungan pendidikan/pelatihan jiwa kewirausahaan non-gelar, namun mampu saling berinteraksi. Kebahagiaan Budi Susila hanya seumur jagung. Setengah tahun lalu, pemuda asal Klaten, Jawa Tengah, itu diwisuda menjadi sarjana ekonomi di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta. Namun kebahagiaan meluap-luap ketika meraih gelar ekademik itu sedikit demi sedikit pudar ditelan waktu. Pasalnya, Budi sudah bosan keluar-masuk perusahaan untuk berburu pekerjaan. Segala daya upaya sudah dikerahkan Budi, termasuk lewat relasi kekerabatan. Namun hasilnya nihil. "Percuma saya belajar sampai sarjana, ternyata cari kerja tetap susah," ujar Budi. Padahal, Budi digadang-gadang orangtuanya dapat membiayai adik-adiknya sekolah. Maklum, keluarga Budi bukan tergolong keluarga mampu. Bahkan, untuk membiayai kuliahnya, Budi harus rela banting tulang bekerja sebagai tukang ojek di seputar Cililitan, Jakarta Timur. Otomotif. Kotabumi. Lampung Utara. Kesulitan Budi mendapatkan pekerjaan membuat adik-adiknya terancam berhenti bersekolah. Sebab orangtua Budi hanya buruh tani dengan penghasilan pas-pasan untuk hidup sehari-hari. Budi tidak sendirian. Menurut data Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), sampai Agustus tahun ini, tercatat ada 961.000 sarjana yang menganggur. Mereka berasal dari 2.900 perguruan tinggi dengan berbagai disiplin ilmu. Jumlah itu meningkat dari tahun sebelumnya, yang mencapai 740.000 sarjana. "Tiap tahun, ada sedikitnya 300 sarjana baru di Indonesia. Dari jumlah itu, rata-rata 20% jadi pengangguran," kata Rektor Universitas Katolik Atma Jaya, F.G. Winarno. Ketua Jurusan Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya. Malang, Kusdi Raharjo, mengungkapkan data yang mengenaskan. Menurut dia, dari jumlah pengangguran di Indonesia pada saat ini yang mencapai 40 juta orang, sebanyak 2,6 juta di antaranya adalah lulusan perguruan tinggi. Dari jumlah tersebut, sekitar 1,2 juta benar-benar menganggur (pengangguran terbuka) dan 1,4 juta lainnya setengah menganggur. "Mereka lulusan sarjana maupun diploma," kata Kusdi. Tingginya angka penangguran di kalangan terdidik itu, menurut Winarno, lantaran rendahnya keterampilan di luar kompetensi utama sebagai sarjana. Padahal, untuk menjadi lulusan yang siap kerja, keterampilan di luar bidang akademik, terutama yang berhubungan dengan entrepreneurship (kewirausahawan) sangat dibutuhkan. Di Indonesia, kata Winarno, jumlah entrepreneur sangat minim. Pada 2007, baru tercatat 0,18% atau 400.000 dari jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 230 juta. Sebagai pembanding, jumlah entrepreneur di Amerika Serikat mencapai 2,14% pada 1983. Bahkan di Singapura, berdasarkan laporan Global Entrepreneurship Moneter (2005), pada 2001 mencapai jumlah entrepreneur 2,1% dan menjadi 7,2 % pada 2005. Bandingkan dengan Indonesia, yang pada 2006 baru mencapai 0,18% atau hanya memiliki 400.000 entrepreneur dari jumlah penduduk 220 juta. "Jika mengacu pada jumlah ideal 2% saja, seharusnya jumlah wirausahawan di Indonesia mencapai 4,4 juta orang," ujar Winarno. Menurut dia, untuk menjadi negara yang dianggap makmur, Indonesia perlu meningkatkan jumlah entrepreneur menjadi 1,1% atau menjadi 4,4 juta entrepreneur.


BOOKING TIKET PESAWAT
Powered By : Blogger